JAKARTA, GM – Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), KH Maman Imanul Haq, mengecam keras tayangan program Xpose di Trans7 yang dinilai menghina kiai dan merendahkan dunia pesantren. Ia menilai tayangan tersebut melanggar prinsip etika penyiaran dan tidak mendidik.
“Kita sepakat bahwa tayangan Xpose di Trans7 itu adalah karya jurnalistik rendah dan tidak mendidik. Karya seperti ini jelas melanggar prinsip jurnalistik,” tegas Kiai Maman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Pimpinan DPR RI, Kementerian Komunikasi dan Digital, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Himpunan Alumni Santri Lirboyo, dan Pimpinan Trans7 di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Hadir dalam kesempatan itu Wakil Ketua DPR RI Cucun A Syamsurizal, Ketua Fraksi PKB DPR Jazilul Fawaid, Wakil Ketua Komisi X Lalu Irfani, Anggota Komisi I Oleh Soleh, dan Anggota Komisi X Habib Syarif Muhammad.
Kiai Maman mendesak agar pemerintah bersama KPI melakukan evaluasi mendalam terhadap tayangan sejenis dan mengaudit ulang izin siar stasiun televisi yang menayangkan konten merugikan pesantren.
“Saya setuju program seperti ini dihentikan. Banyak tayangan yang tidak paham dengan kearifan pesantren. Izin siar yang melukai pesantren dan tidak memahami peran kiai perlu diaudit ulang,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya peningkatan literasi publik tentang pesantren. Menurutnya, masih banyak pihak yang memiliki pandangan keliru terhadap dunia pesantren.
“Saat ini terdapat sekitar 39 ribu pesantren dengan 4,2 juta santri di seluruh Indonesia. Banyak yang masih menganggap pesantren hidup di abad ke-18, padahal pesantren kini sudah modern dan berkontribusi besar bagi negeri ini,” katanya.
Kiai Maman juga mengajak pihak media untuk memahami langsung kehidupan di pesantren.
“Sekali-sekali para elit Trans7 mondok di pesantren. Di sana ada santri yang belajar tanpa biaya, ada ustaz yang ikhlas mengajar tanpa mengharap gaji besar karena keberkahan menjadi kiai jauh lebih tinggi,” ujarnya.
Selain itu, ia mengingatkan pentingnya sensitivitas media dalam menayangkan program keagamaan, terutama pada momen bulan Ramadan.
“Harus dipastikan tidak ada tayangan yang berisi candaan tidak pantas pada waktu ibadah seperti shalat tahajud,” kata Kiai Maman.
Ia menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren merupakan bentuk afirmasi negara terhadap kontribusi pesantren dan para kiai.
“Para kiai telah mewakafkan harta, pikiran, dan tenaga untuk bangsa ini. Mereka tidak minta dibela, tapi bangsa ini harus tahu keberkahan hidup lahir dari perjuangan mereka,” ujarnya.
Kiai Maman juga meminta agar rumah produksi yang membuat tayangan Xpose diungkap secara terbuka.
“Kami akan datangi mereka. Jangan sampai ada rumah produksi yang hanya mengejar cuan dan rating, tapi menistakan pesantren,” tegasnya.
Ia mengapresiasi sikap santun para santri yang memprotes tayangan tersebut.
“Santri dan pesantren tidak bisa diremehkan. Kami terbuka, berjiwa Pancasila, menjaga NKRI, dan kini banyak santri yang belajar AI, coding, serta digitalisasi pertanian. Jangan remehkan santri dan pesantren. Dalam sejarah Indonesia, santri pernah menjadi presiden, dan kini Menteri Pemberdayaan Masyarakat, Pak Muhaimin Iskandar, juga seorang santri,” pungkasnya. (*)