Cirebon

Keraton Kacirebonan Siap Menggelar Borobudur Writers and Cultural Festival 2025

66
×

Keraton Kacirebonan Siap Menggelar Borobudur Writers and Cultural Festival 2025

Share this article
IMG 20251112 WA0030
IMG 20251112 WA0030

CIREBON, GM – Nisan-nisan kuno di Nusantara bukan sekadar penanda tempat peristirahatan terakhir, melainkan juga artefak budaya yang memancarkan simbol-simbol religius, filosofi ketuhanan, dan estetika spiritual. Dalam ukiran dan aksara yang terpatri di atas batu itu, tersimpan kisah panjang hubungan manusia dengan Sang Pencipta, serta jejak interaksi lintas budaya di jalur maritim Asia Tenggara.

Tema inilah yang diangkat dalam Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) ke-14 tahun 2025, yang tahun ini bekerja sama dengan Majelis Seni dan Tradisi Cirebon (Mesti) dan Perhimpunan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI), didukung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon.

Setelah sebelumnya Kementerian Kebudayaan menggelar pameran besar bertajuk “Misykat: Cahaya Peradaban Islam Nusantara” di Museum Nasional Jakarta yang menampilkan ribuan abklats (cetakan nisan kuno) asal Aceh BWCF kini melanjutkan semangat itu melalui forum ilmiah dan artistik di Kraton Kacirebonan, Kota Cirebon.

Menggali Simbol Ketuhanan di Batu Nisan Nusantara

BWCF 2025 akan menghadirkan sejumlah pakar arkeologi dan epigrafi untuk mengulas makna ketuhanan yang tersembunyi dalam simbol-simbol dan aksara pada makam-makam tua di berbagai wilayah Nusantara.

Salah satu pembicara utama adalah Prof. Dr. Daniel Perret, arkeolog asal Prancis yang dikenal lewat risetnya tentang nisan-nisan kuno Aceh dan pengaruhnya di semenanjung Malaysia. Hadir pula Bastian Zulyeno, Ph.D, ilmuwan Universitas Indonesia yang meneliti epitaf nisan-nisan Nusantara berbahasa Persia puisi-puisi spiritual yang berakar dari tradisi sufi Iran.

Cirebon: Titik Silang Islam, Manuskrip, dan Tasawuf

Pemilihan Cirebon sebagai tuan rumah BWCF bukan tanpa alasan. Kota ini memiliki warisan arkeologi Islam yang kaya dari kompleks kraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, hingga makam-makam kuno yang masih ramai diziarahi.

Baca Juga :  Sat Resnarkoba Polres Cirebon Kota Amankan 108 Botol Miras dari Sebuah Warung di Suranenggala

Lebih jauh, Cirebon juga dikenal sebagai pusat naskah-naskah klasik Islam, terutama manuskrip yang berkaitan dengan ajaran Tarekat Syattariyah sebuah ordo tasawuf yang berkembang di India abad ke-15 dan menyebar ke Asia Tenggara pada abad ke-16 hingga 17.

Tema ini menjadi sorotan khusus BWCF 2025. Para peneliti akan membahas bagaimana ajaran Syattariyah tidak hanya memengaruhi spiritualitas, tetapi juga semangat perlawanan terhadap kolonialisme. Prof. Dr. Peter Carey dijadwalkan hadir untuk mengupas pengaruh ajaran Syattariyah terhadap Pangeran Diponegoro dalam perjuangannya melawan Belanda.

Dr. samah Sabawi dan Malam Puisi Cirebon-Gaza

Sebagaimana tradisi BWCF sebelumnya, festival tahun ini juga menghadirkan rangkaian sastra dan pertunjukan seni. Salah satu momen yang paling dinantikan adalah “Malam Puisi untuk Palestina”, yang akan menampilkan penyair-penyair besar Indonesia seperti Zawawi Imron, Acep Zamzam Noer, Hikmat Gumelar, dan Nenden Lilis.

Kehadiran istimewa datang dari Dr. Samah Sabawi, penyair, dramawan, dan aktivis perdamaian asal Palestina yang kini bermukim di Melbourne. Melalui karya-karyanya seperti Tales of a City by the Sea dan I Remember My Name, Samah memadukan luka dan cinta dalam narasi perlawanan yang menggugah. Buku terbarunya, Cactus Pear for My Beloved (Penguin Australia, 2024), bahkan masuk daftar pendek Stella Prize 2025 dan Douglas Stewart Prize.

Samah peraih Australian Writers’ Guild Award (2021) dan Green Room Award (2020) akan membawa suara spiritualitas dan kemanusiaan Palestina ke ruang budaya Nusantara. Puisinya menjadi jembatan antara Gaza dan Cirebon, antara perlawanan dan kedamaian.

Tribute untuk Uka Tjandrasasmita

BWCF 2025 juga menjadi ajang penghormatan bagi alm. Prof. Uka Tjandrasasmita (1934–2010), arkeolog pelopor studi Arkeologi Islam di Indonesia. Karyanya “Arkeologi Islam Nusantara” masih menjadi rujukan utama bagi para peneliti hingga kini.

Baca Juga :  Cirebon Festival 2025 Resmi Dibuka, Wali Kota: Panggung Sinergi Budaya dan Ekonomi Rakyat

Sebagai bentuk penghargaan, malam pembukaan festival akan menampilkan Pidato Kebudayaan bertajuk “Membaca Kembali Sendang Duwur dan Masjid-Masjid Kuno Nusantara” oleh Dr. Hélène Njoto, sejarawan seni dan arsitektur asal Prancis. Ia akan mengulas kembali penelitian klasik Uka tentang situs Sendang Duwur di Lamongan sebuah kompleks masjid kuno yang menyimpan jejak awal peradaban Islam Jawa.

Menjaga Warisan, Menyulam Spriritualitas 

Dengan menggabungkan simposium ilmiah, pembacaan puisi, hingga penghormatan terhadap tokoh-tokoh arkeologi dan sastra, BWCF 2025 berupaya menghadirkan festival yang bukan sekadar perayaan budaya, tetapi juga ruang refleksi spiritual dan intelektual.

Festival ini diharapkan menjadi rujukan berharga bagi mahasiswa, peneliti, akademisi, seniman, dan masyarakat luas yang ingin memahami lebih dalam warisan peradaban Islam di Nusantara dari batu nisan hingga bait puisi. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *